Pahitnya Gula Kelapa

Diposting ulang oleh Sofyan Isbat

” Ya opo rek, orang-orang bicara selamatkan lingkungan, selamatkan primata, selamatkan negara. Tapi bicara selamatkan manusia dari pekerjaannya tidak detail…dan kitapun terluputkan (maksudnya untuk peduli) ” jelas Harry Suliztiarto, sambil memperlihatkan kliping berita berfoto. Itulah awal kepedulian yang dilakukan SKYGERS safety & vertical rescue bermula Harry Suliztiarto membaca adanya sebuah pemberitaan singkat tentang tingkat kecelakaan yang terjadi terhadap para penderes / penyadap di suatu daerah Jawa Timur pada harian umum nasional. Sangat mengejutkan, padahal sudah hampir berjalan 2 tahun SKYGERS safety & vertical rescue berkonsentrasi penuh pada sistim keselamatan bagi pekerja di ketinggian yang terjadi di sektor industri, dan melalui Depnakertrans mencoba mensosialisasikan pentingnya pemahaman sistim keselamatan bekerja di ketinggian dengan teknik tali temali (rope access), diharapkan secara bertahap dapat diterapkan pada perusahaan yang mempunyai aktivitas tersebut (pembersihan dan pembangunan gedung, konstruksi, tower telekomunikasi, pengeboran dll). Tentunya hal inipun baru bisa berjalan pada jenis perusahaan mapan dan punya perhatian lebih pada pekerjanya.Pemberitaan kemungkinan dan kecelakaannya para penderes / penyadap ternyata lebih membuat tidak nyaman, ”Aku mau tour Ramadhan, jalan pake motor ke Jawa Timur. Kepikiran terus penderes… Eddi udah mau kuajak, lumayan ada temen ngajarin. Pokoknya kita swadaya sendiri sendiri, bawa alat dan perangkat untuk mereka (penderes)” lanjutnya. ”dari awal berita aku melo cak !” tapi belum kuucapkan akan cari dulu data lainnya.

Meyakinkan!, kejadian kecelakaan jatuh gampang luput dari pemberitaan karena kebanyakan mereka berada di masyarakat daerah pedesaan dan kecelakaan yang terjadi biasa diterima sebagai musibah yang sudah saatnya terjadi bagi keluarga korban sebagaimana keluguan masyarakat pedesaan.. Tidak ada upaya lebih lanjut terhadap cara kerja yang lebih aman, demikian pula aparat berwenang pedesaan hanya mampu menghimbau untuk berhati-hati karena mempunyai keterbatasan pengetahuan sistim keselamatan bekerja di ketinggian.

Memang kenyataannya kemungkinan terjadi kecelakaan jatuh akan semakin membesar seiring tingginya frekwensi naik – turun (pemanjatan) penderes / penyadap pada sejumlah pohon, bisa mencapai 30 – 40 pohon dilakukan 2x setiap hari (pagi – sore), atau sekitar 60 – 80 kali manjat dan turun setiap harinya ! (kalau di latih menjadi atlet panjat tebing, tentunya cara bekerja demikian bisa jadi prestasi yang sulit disaingi).

Kondisi kerja yang tidak pernah mengenal hari libur karena bila manggar pohon terabaikan satu kali saja maka akan tersumbat untuk beberapa hari yang pada akhirnya cara kerja para penderes /penyadap tidak mengenal kondisi hujan, angin dan tidak jarang selepas Isya pemanjatan tetap dilakukan. Jumlah pendapatan tergantung banyaknya pohon yang di panjat hari itu karena nira langsung diproses menjadi gula merah oleh keluarganya. ”Jadi tukang deres itu pekerjaan orang bodoh, wong pohon terus di openi pagi sore lebih karo anak nda tau libur, celaka? ya jatuh… manggar kering!” komentar salah seorang tukang deres di pantai Klayar – Pacitan. Ironis, perbandingan pendapatan yang tidak biasa untuk sebuah pekerjaan yang didesakan oleh pilihan dan kenyataan hidup. Konsekuensi cidera otot / tulang, patah tulang dan kematian adalah hal yang sangat wajar dan bukan dasar pertimbangan terhadap kelangsungan kehidupan.

Jika saja kecelakaan penderes / penyadap terdata dengan benar dan dapat dimintakan di kelurahan, kecamatan dan polsek setempat, maka jumlah korban bisa jadi lebih banyak dibandingkan jumlah korban kecelakaan jatuh di sektor industri / konstruksi saat ini. Terlebih jika jumlah korban kecelakaan jatuh tersebut di akumulasikan negara Indonesia sebagai negara kepulauan yang begitu subur dengan pohon kelapa dari Sabang sampai Merauke serta masyarakat penderes / penyadap / pemetik yang memanfaatkan nira maupun buah kelapanya.

Upaya pihak berwenang pemerintah maupun swasta dan organisasi kemasyarakatan (LSM) lebih terkonsentrasi pada peningkatan produksi nira, pengembangan jenis-jenis produk, peningkatan kualitas produksi, pengembangan pemasaran dan bahkan pengorganisasian para penderes / penyadap yang mampu memberikan subsidi kecelakaan ketika kejadian yang tidak diharapkan terjadi pada anggota penderes / penyadapnya. Sepertinya mengupayakan sistim keselamatan jiwa bagi para penderes / penyadap ketika melakukan pekerjaan di ketinggian belum tersentuh secara nyata atau bahkan terlewatkan. Memang dari beberapa informasi pemberitaan, himbauan untuk menggunakan sabuk pengaman agar tidak terjadi kecelakaan fatal telah disampaikan oleh aparat berwenang di pedesaaan, tapi itupun sebatas himbauan yang mungkin belum bisa memberikan contoh operasionalnya serta ketersediaan peralatan. ”Pokoke gawe nderes ndak boleh banyak pikiran, biar selamet! Jatuh karena tidak konsen, pusing di rumah dan tidak tetiti (teliti)” jawab penderes ketika ditanya kiat selamat melakukan penderesan / penyadap.

Kita akui, selain perkembangan pengetahuan keselamatan kerja di ketinggian benar-benar baru untuk di Indonesia juga keterbatasan sumber informasi pelaksana yang mampu memberikan sistim keselamatan kerja sangat terbatas. Dan tidak kalah pentingnya, konsep produktivitas yang berjalan akan berhadapan langsung dengan penerapan sistim keselamatan diketinggian serta adat kebiasaan masyarakat setempat yang dapat diibaratkan setiap pohon yang dipanjat adalaha mesin ATMnya bagi mereka, makin cepat makin banyak yang didapat, makin banyak tunai yang dibawa kerumah.

Mungkin pada akhirnya dapat dimengerti mengapa kemajuan bisnis dan produktivitas nira begitu terlambat terhadap sistim keselamatan para pelaku penderes / penyadapnya.

(Ada yang tersirat lebih lanjut; benarkah peningkatan produksi / bisnis hasil penyadapan nira akan berbanding lurus dengan tingkat kerugian yang diakibatkan kecelakaan para penderes / penyadapnya ? Atau benarkah peningkatan sistim keselamatan kerja di ketinggian bagi para penderes / penyadap memberikan kontribusi positip bagi para penderes / penyadap atau bahkan bagi pertumbuhan bisnis lebih luas yang diakibatkan oleh menurunnya produktivitas penyadapan nira karena penerapan sistim keselamatan kerja di ketinggian ? Sebuah konsekwensi logis ketika penerapan sebuah sistim keselamatan pemanjatan khususnya bagi penderes / penyadap akan memberikan penambahan selisih waktu serta investasi dibandingkan proses pelaksanaan penderesan / penyadapan secara konvensional saat ini).

Perjalanan yang dilakukan SKYGERS safety & vertical rescue oleh Harry, Husein dan Eddi membawa tekad menyampaikan pengetahuan sistim keamanan kerja diketinggian dalam pencegahan jatuh (fall protection) sebagai bentuk kepedulian dan rasa prihatin yang mendalam akan terjadinya kecelakaan jatuh pada para penderes / penyadap dengan bekal pemahaman atas fungsi alat, guna simpul, kaidah keselamatan beraktivitas di ketinggian dan pengalaman. Walaupun sudah terbayang sistim yang bisa digunakan, tapi belum menjadi keyakinan dapat terpakai dengan baik.

Dusun Klepu, desa Kalak, kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan , merupakan target tujuan. Perjalanan panjang menuju dusun yang berada dipinggiran hutan jati dalam kawasan batuan krast, dimana setiap tetes air adalah berkah kehidupan. Keheningan adalah teman sejati kesetiaan taatnya beribadah. Tidak ada yang tahu persis sejak kapan mayoritas penduduk laki lakinya mulai melakukan penderesan nira pohon kelapa yang diolah menjadi gula merah, yang pasti pekerjaan tersebut adalah pilihan terbaik untuk kelangsungan kehidupan, jangan berharap mendapatkan pasangan dari dusun tersebut jika tidak mampu menderes pohon kelapa.

Kemampuan, keberanian dan kecepatan para penderes / penyadap memanjat pada pohon kelapa sangat tidak diragukan. Pengamatan cara bekerja melakukan pen-deresan dengan cara mereka memanjat dan menemukan proses tahapan yang paling berpotensi terjadinya kecelakaan adalah langkah awal merangkai sistim pencegahan jatuh dengan peralatan sederhana yang direncanakan (webbing, sling, tali, cicncin kait dan ikatan). Beberapa rangkaian sistim dicoba atas dasar proses kerja dalam kondisi mereka, berulangkali kegagalan diperdebatkan sebagai suatu hambatan kerja walau diakui upaya itu membuahkan cara bekerja yang lebih aman. ”aman tapi kasuen mas…lha piye urip karo iku, carane gawe isuk ambe bengi 10 pohon !” komentar salah satu penderes sambil ngeloyor pergi. Nah lu !…. Rupanya pertimbangan penyesuaian kecepatan bekerja, kesederhanaan sistim, kemudahan pembelajaran dan optimalisasi peralatan terbatas harus bisa menjamin kemudahan untuk mendapatkannya dengan harga yang terjangkau. Oke! Rasa percaya diri kembali bangkit ketika keingintahuan mereka datang dan menyadari bahwa pembelajaran sistim pencegahan jatuh dengan peralatan yang sederhana mempunyai manfaat bagi keamanan jiwanya. ”Yo wis toh, nyambut gawe waktu hujan batang kelapa licin. Kan bisa dipake, ajari aku mas..” pintanya. Alhamdulillah.., bener kan banyak jalan banyak yang dilihat – banyak kenal banyak yang dirasakan ! Serta merta dan jam berapapun siap menerangkan dan mendemonstrasikan cara tersebut, jumlah penderes sudah bukan sebuah ukuran rasio perbandingan instruktur dan peserta dalam pembelajaran. 1 peserta 2 instruktur dilayani dalam keihlasan Ramadhan.

Munculnya beberapa orang penderes menjadi pelopor kesadaran terhadap sistim keselamatan kerja melengkapi keberadaan pencetus keterasingan terhadap pengetahuan ini. Tokoh masyarakat dan pengepul / bakul sudah ada yang melirik terhadap keselamatan para penderesnya. Modal dasar yang sangat berarti untuk pembinaan yang lebih terstruktur akan keselamatan jiwa masyarakat pedesaan yang memberikan sumbangan besar bagi kas pemasukan daerah dengan pertaruhan jiwa. Keberadaan tokoh masyarakat di pedesaaan tidak perlu diragukan lagi peranannya, pengepul / bakul merupakan titik awal dan akhir bagi penderes untuk mendapatkan tunai dari pekerjaan menderes.

Memang kendala terbesar bukan hanya kesadaran keselamatan jiwa resiko menderes serta implikasi penderitaan yang berkepanjangan bagi keluarganya ketika kecelakaan terjadi, tapi lebih jauh lagi ketika tatanan usaha dan perdagangan gula merah bisa memberikan jaminan kesejahteraan bagi para penderes sebagai ujung tombak para pengusaha / pemanfaat gula merah. Kesadaran keselamatan tidak cukup hanya dilakukan oleh para penderes, tapi simpul simpul produksi harus mampu berperan.

Kedatangan dan kepergian perjalanan memberikan getaran haru yang mendalam, setitik harapan kepedulian telah dibersitkan kerasnya kehidupan ketika ambang penantian kemajuan mempunyai akhir kesabaran.

Sumber http://www.skygers.net/isiberita.php?idn=31

Tinggalkan komentar